iklan *

Daeng Hapipah Dan Kandang Ayam


MAROS – Daeng Hapipah, perempuan paruh baya warga Dusun Tanetea, Desa Borikamase, Kecamatan Maros Baru, Kabupaten Maros, patut digelar sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Betapa tidak, perempuan yang hidup sebatang kara ini, sejak tahun 80an mengajar puluhan anak-anak di sekitar rumahnya membaca ayat suci Alqur'an di kolong rumahnya yang juga ia jadikan sebagai kandang ayam.

Rumah Daeng Hapipah ini, hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki sejauh kurang lebih satu kilometer menyusuri pematang tambak/empang dari dusun Padang Assitang. Persisnya, tepat berada dipinggiran sungai kecil yang terhubung dengan sungai Maros, sehingga warga disana lebih sering menggunakan perahu untuk bepergian.

Suara ayam berkotek seolah bersahutan dengan suara anak-anak yang melafalkan bacaan ayat suci Alqur'an setelah dituntun oleh Daeng Hapipah. Bau kotoran ayam yang sesekali menyengat, membuat aroma dan suasana di dalam kolong berdinding anyaman bambu ini, serasa melengkapi rasa miris yang terkesan dari awal kisahnya.

Meski kondisinya jauh dari rasa nyaman, puluhan anak-anak yang belajar membaca ayat-ayat Alqur'an ini, seolah tak kendur. Mereka dengan penuh semangat melafalkan huruf-huruf dari rangkaian firman Tuhan dengan nada khas Bugis yang susah untuk kita jumpai di tempat Belajar Alqur'an saat ini.

Merdu dan khas, itulah kesan pertama saat kita mendengar metode cara belajar anak-anak dibawah asuhan Daeng Hapipah ini. Jelas sangat berbeda dengan metode pembelajaran Alqur'an saat ini yang menggunakan metode Iqra’ satu sampai enam hingga masuk ke bacaan Alqur'an yang sebenarnya.
Satu persatu, ia menghadapi muridnya. Berbekal pisau kecil untuk menunjuk bacaan, ia menuntun muridnya mengeja bacaan Alqur'an. “Lepu Lepana Aa, Min puno ya rawana Miy, nun rauna Na, Amiin,” bacanya, menuntun salah satu murid.

Bagi Hapipah, mengajarkan anak-anak membaca Alqur'an adalah ibadah. Ia Ikhlas menjalankannya selama ini, meski tanpa mendapatkan imbalan apa-apa. Namun, Ia sangat bersyukur, kala Pemerintah memberikan insentif kepada guru mengaji sebesar Rp300 ribu pertiga bulannya. Meski jauh dari kata cukup, Hapipah tidak pernah mempersoalkan hal itu.

“ Alhamdulillah ada dikasi dari Pemerintah Rp300 ribu dalam tiga bulan sekali. Dulu tidak adaji, tapi tetapja juga kasi belajar anak-anak mengaji. Saya hanya mengharap pahala dari Allah dihari kemudian, saya ikhlas mengajar anak-anak ini,” tuturnya.

Saat banjir datang, Hapipah mengaku terpaksa meliburkan anak-anak muridnya. Selain karena kolong rumah yang ditempati mengajar juga terendam banjir, ia juga mengkhawatirkan keamanan anak-anak yang harus naik perahu jika hendak mengaji. “Kalau banjir yah pasti mereka juga tidak mengaji, karena tempat ini juga diambil banjir. Saya juga takut kalau mereka kesini naik perahu,” katanya.
Murid Hapipah rata-rata sudah duduk dibangku sekolah dasar. Setiap sore, mereka datang untuk belajar. Namun, beberapa muridnya juga ada yang belum masuk Sekolah Dasar, sehingga waktu mengaji dibagi menjadi dua. Saat sore dan pagi hari bagi yang belum bersekolah.

Nadia, salah satu murid Daeng Hapipah yang sudah duduk dibangku kelas tiga Sekolah Dasar, mengaku sangat senang belajar mengaji ditempat itu. Walaupun berbau dan berisik, tiap hari ia tidak pernah alpa untuk melanjutkan bacaan mengajinya yang kini sudah masuk di juz ke enam. “Kadang kita terganggu dengan bau kotoran ayam dan suara ayam yang ribut. Tapi kita tetap senang belajar mengaji disini,” ucapnya.

Saat ini Hapipah berharap, agar tetap diberi kesehatan dan bisa mengajar anak-anak yang sampai saat ini, jumlahnya sudah ada ratusan orang menamatkan Alqur'an di tempatnya. “Mudah-mudahan bisa sehat terus dan bisa mengajar anak-anak ini. Itu saja harapan saya,” ujarnya.


Memang sungguh miris, di Negara yang sangat kaya ini. Terkadang, pendidikan agama masih jauh dari perhatian pemerintah. Pendidikan agama yang seharusnya menjadi benteng untuk membentuk karakter generasi bangsa ini, seolah hanya “lips Service” belaka dari Pemerintah. Faktanya, tidak jarang kondisi miris yang dialami para guru agama di pelosok-pelosok bernasib sama dengan Daeng Hapipah. 

Ekonomi

Headline

Maros