iklan *

Rumah Kecapi Pammelakkang Je'ne'


MAROS - Butta Salewangang atau tanah subur adalah julukan bagi salah satu daerah yang berada di Propinsi Sulawesi Selatan yang bernama Kabupaten Maros. Hamparan sawah dan rimbunnya pepohonan, semakin memperjelas arti dari Butta Salewangang sebagai tanah subur.

Tidak hanya tanahnya yang subur, Maros juga di kenal sebagai kerajaan kupu-kupu dan jajanan kuliner Roti Maros yang nikmat untuk mata dan tenggorokan wisatawan lokal hingga mancanegara. Kali ini, kami mencoba untuk memasuki sebuah lorong kecil, dimana para pengrajin alat musik tradisional Kecapi bermukim dan memproduksi alat musik suku Bugis-Makassar tersebut.

Lorong kecil berukuran dua meter yang diapit dengan bangunan-bangunan rumah masyarakat itu, berada di lingkungan Pammelakkang Je’ne, Kelurahan Allepolea, Kecamatan Lau, Kabupaten Maros.
 Suasananya yang masih alami dengan nuansa perkampungan yang kental disambut dengan sesekali kotekan ayam. Nyanyian unggas itu saling bersahutan terdengar ramai memecah sunyi sore yang lagi hujan.

Dirumah seni tradisional ini, selain menjumpai sejumlah alat musik, kita juga bisa melihat langsung proses pembuatannya yang sangat jarang kita temukan di daerah lain di Sulawesi Selatan. Selain hobi, para pengrajin sudah berpuluh-puluh tahun melakoni profesi sebagai pengrajin alat musik kecapi, gendang, suling, kesok-kesok dan gambusu. Hal itu ditekuni para pengrajin guna untuk melestarikan budaya yang hampir punah termakan zaman. Sebab, kebanyakan orang terutama  golongan anak muda, lebih senang dengan alat musik modern.

Dalam membuat alat musik dirumah kecapi Maros ini, para pengrajin terlebih dahulu memilih bahan dasar berupa batang pohon nangka, kayu bance, dan beberapa jenis kayu lainnya yang tentunya mumpuni untuk membuat alat musik tersebut dan mudah untuk didapatkan.

Kayu-kayu yang telah disortir disimpan ditempat penyimpanan dibagian belakang rumah kecapi ini. Pada saat penyortiran, bahan yang hendak digunakan para pengrajin sangat teliti, itu dilakukan agar kualitas kecapi tetap terjaga. Apalagi pada saat menentukan ukuran panjang dan lebar kayu, yang cukup dan harus sesuai dengan pola yang telah ditentukan.

Diatas teras rumah kecapi yang berukuran dua kali empat meter dan tinggi satu meter ini, pengrajin kayu yang bernaung dibawah Lembaga Rumah Kecapi Maros dengan beranggotakan enam orang ini, sangat piawai dalam membuat kecapi. Walaupun bahan dasarnya terbilang sangat mudah untuk didapatkan, namun bahan-bahan tersebut merupakan bahan khusus. Alat yang digunakan pun kebanyakan alat-alat tradisional untuk membentuk kayu.


Pada proses pembuatan pertama, kayu diukir sesuai pola yang telah dibuat, kemudian kayu dipotong menggunakan gergaji tangan, perlahan kayu terbentuk menyerupai perahu. Setelah dipotong menyerupai perahu, lambung bahagian bawah dilubangi bagaikan gitar modern menggunakan mesin bor agar kayu yang tidak dibutuhkan lebih mudah diangkat. Sedangkan motifnya dibuat menggunakan pisau kecil dan pahat agar pembuatannya mudah dan terlihat lebih indah.

Sangat menyenangkan melihat proses pembuatan alat musik tradisional ini. Apalagi salah seorang pengrajin menyuguhkan lantunan lagu daerah dengan menggunakan kecapi. Suasana dingin dan basah akibat guyuran hujan yang sejak siang mengguyur tak lagi terasa. Lantunan lagu bugis yang khas itupun makin asyik dibarengi dengan ketukan palu pengrajin yang seirama mengikuti suara kecapi, suasana pun pecah menjadi tawa ceria yang sangat akrab.

Sedikit menengok ke bagian dalam rumah karena rasa penasaran yang begitu tinggi. Sontak, kekaguman luar biasa melihat berbagai jenis kecapi, gambusu, dan kesok-kesok berjejer rapih dengan motif ukiran serta warna yang berbeda-beda menjadi pemandangan karya yang luar biasa. Ini merupakan karya seni yang memiliki nilai-nilai kearifan lokal yang sangat patut untuk dilestarikan

Budaya

Headline

Maros