Maros.Sulsel. reaksipress.com Kasus sengketa lahan di Dusun
Cambalagi Maros, bermula pada tahun 2000, Yunus Sattar dkk melayangkan gugatan
kepada ahli waris (Alm) H. Nurung kadir. Dkk. ke Pengadilan Negeri Maros berupa
tanah/empang seluas 35 Ha, yang diklaim miliknya dengan mengajukan batas-batas
antara lain, sebelah utara berbatasan dengan sungai, sebelah timur berbatasan
dengan sungai/empang milik Bayang dan Kaluku, sebelah selatan berbatasan dengan
sungai dan barat berbatasan dengan sungai, kata Abrar.
Ketika itu Hakim PN Maros sebelum
memutuskan perkara ini, terlebih dahulu melakukan pemeriksaan setempat dan
akhirnya kemudian memutuskan gugatan penggugat ditolak, karena tidak jelasnya
bukti-bukti kepemilikan yang diajukan penggugat (Yunus Sattar dkk) serta tidak
jelasnya batas-batas yang diajukan.
Tahun 2007, Yunus Sattar dkk
kembali melakukan gugatan ke PN Maros dengan bukti-bukti yang sama yang diajukan
di tahun 2000 atau dengan kata lain tidak ada bukti baru yang diajukan di depan
persidangan, namun Hakim PN Maros saat itu langsung memutuskan memenangkan
penggugat tanpa melakukan pemeriksaan setempat terlebih dahulu dan mengabaikan
bukti-bukti yang diajukan tergugat.
Ketua Aksi, Abrar Rahman yang
juga mantan Ketua Umum PB HIPMI Maros Raya, menjelaskan bahwa pada tahun 2008
pihak tergugat (Alm. H. Nurung Kadir. dkk), melakukan upaya hukum dengan banding
ke Pengadilan Tinggi SulselBar dan Kasasi ke Mahkamah Agung, bahkan upaya hukum
Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung pada tahun 2010 pernah dilakukan namun
gagal
“Karena putusan pengadilan
tingkat Banding, Kasasi dan PK hanya menguatkan putusan Pengadilan Negeri
Maros, Nomor : 09/Pdt.G/2007/PN.Maros yang hemat kami adalah putusan sangat
keliru dengan dugaan adanya praktik suap-menyuap antara penggugat dengan hakim
yang menyidangkan kasus ini.” jelasnya.
Lebih lanjut ia menambahkan bahwa
berdasarkan pada ketentuan hukum tentang eksekusi dalam objek perkara perdata
khusus tanah, bahwa yang dieksekusi adalah batas-batas tanah yang disebutkan
dalam putusan, namun eksekusi putusan tersebut tidak dapat dilakukan, karena ada
banyak masyarakat yang berada dalam batas-batas wilayah yang disebutkan,
sementara tidak terkait dengan pihak-pihak yang berperkara dan terancam akan
ikut serta diambil haknya jika eksekusi tetap dilakukan.
Abrar menambahkan, berdasarkan
putusan pengadilan disebutkan bahwa ukuran yang dimaksud dalam batas-batas
tersebut ialah 35 Ha, sementara fakta sesungguhnya ialah 200 Ha. Hal ini
disebabkan oleh kesalahan fatal yang dilakukan oleh Hakim PN Maros pada tahun
2007 yang tidak melakukan pemeriksaan setempat sebagaimana ketentuan Mahkamah
Agung tentang perkara perdata kasus tanah yang mewajibkan hakim melakukan
pemeriksaan setempat untuk menghindari kesalahan objek yang disengketakan.
“Demi keadilan dan kepastian
hukum, kami bersama masyarakat Cambalagi mendesak PN Maros untuk tidak
mengeksekusi putusan tersebut dan mengeluarkan ketetapan bahwa putusan tahun
2007 dan putusan pengadilan diatasnya tidak dapat di eksekusi (Non-
Eksekutable),”
pungkasnya.
Reporter : Ansar Moenang
Editor
: A. Maradja